Rabu, 21 Juli 2021

Definisi nugget buat Shinta

So, I think I'm having lots of free time nowadays, sampai bisa arriving at this page again. lol. Otak gue lagi flash back. I don't know if any people reaches this site, but, since it is my undetected diary, so be it.

If someone ask you, what food comes to your mind that feels extraordinary or pricey or expensive, what would be your answer? I bet your answer will be something like, caviar, or escargot (iya bener bekicot, but in France this is sow exs-phen-zhive!) or creme brulee or lobster etc etc deh. But for me, the answer is "nugget".

Just laugh, that's alrite. If I were you, gue juga bakalan terpingkal-pingkal. But seriously, nugget punya cerita tersendiri di otak gue.

Back then when I was a lil girl (well, sekarang juga masih muda kok. dan juga besok. dan sampai kapanpun. hehe), finance family gue ngga se-sehat sekarang. Gue gak begitu paham gimana seorang Shinta kecil bisa berpikir demikian, tapi gue inget banget sebegimananya gue gamau (dan gak berani) meminta sesuatu sama nyokap gue, because I was thinking that my mom need to save some money for my sister and for household. So, in so many times our family came to mall, I never asked anything. Dan waktu nyokap maksa buat gue memilih sesuatu, I took time to see the price tag first to make sure that I choose the cheapest one of the option. Termasuk ketika memilih makanan (dan ini terkadang masih kebawa sampe sekarang hehe).
Waktu itu adek gue baru ada Seli. Jadi, satu hari sebelumnya, lunch temen sekolah gue ada yang bawa nugget with french fries, terus pas sore, gue main kerumah tetangga gue and she ate her meal yaitu nasi pake nugget. Two times I saw nugget, and both gue minta nugget mereka (ke temen sekolah dengan cara tukeran bekal, meanwhile pas ke tetangga, gue minta sesuap with nugget sama mba-nya dia, gitude). But still, ternyata Shinta kecil kaga puas, tjuy.
Then, the dinner time came. Gue lupa scene exactnya seperti apa, tapi gue sama adek gue laper abis maen dan ternyata waktu itu nyokap atawa mba dirumah belom sempet masak. Jadilah, nyokap gue bilang  ke mba gue "yaudah, digorengin nugget aja mba buat anak-anak". 

When I heard that sentence, hatikuw dagdigdug bahagya. Anjay, nugget, tcuy! Pengeeen!

Si mba ngegoreng four pieces of nugget back then. Buat gue dua, buat seli juga dua. Fair enough back then, tapi Shinta kecil aslinya pengen nugget banya-banya. But, balik lagi, si Shinta ini gak berani minta lebih. Abis ditirisin itu nugget, dibagi lah ke piring gue sama Seli. For both of us nasinya satu porsi nasi padang yang dibungkus bawa pulang, meanwhile nuggetnya dua biji kicik-kicik. Gapapa kok, yang penting nugget! Enak! Excited banget tuh gue makan nuggetnya. Back then, nyokap gue tuh selalu marah-marah kalo ada yang 'ngga beres' dimata dia, termasuk kalo nasi gak abis. Aaand, gue penganut "save the best for last", jadi Shinta kecil mencoba untuk menghabiskan sebakul nasi hanya pakai satu nugget aja, dan merencanakan untuk makan the last nugget-diamond tanpa nasi biar digigit dikit-dikit sambil ngayal betapa ena potongan daging yang satu ini lol. Dengan semangat '45, gue berusaha ngabisin nasi sebanyak-banyaknya dengan nugget se-sedikit mungkin.

Tetapi, takdir berkata lain.

Gue tuh makannya emang rada lelet (gak paham kenapa, serius dah), walaupun porsi gue waktu itu (kayaknya) sama aja dengan porsi adek gue, tapi ternyata adek gue duluan yang ngabisin makanannya. Dia duduk disebelah gue, ngeliatin gue in progress buat ngabisin makanan gue. And, suddenly, gak ada angin gak ada ujan, ini bocah atu nangis kejer di meja makan. Yha? Kenape lau?
"Seli kenapa nangis?" tanya nyokap gue pake nada ngegas. Yaiyalah doi ngegas, ini mahluk atu abis dikasih makan malah mewek. Gue ikutan bingung kan. Belom kelar ngunyah pula. Abis ditanya, bukannya ngejawab malah makin meledak tangisan adek gue. FYI, suara tangisan Seli pada masanya tuh annoying abis, bisa bikin manusia darah rendah auto meledug butuh obat penurun tensi darah. Pusing lah si nyokap, dia cuma bisa melempar tatapan merana sama gue.
Di sela tangisannya Seli, dia sempet ngelirik piring gue. Dan, sayangnya, gue sadar sama tatapannya itu. Matanya menatap lurus ke potongan nugget terbesar gue yang belom tersentuh. Deg-degan, gue mencoba menawarkan potongan nugget satunya (yang udah gue gigit tentunya, yang tengah gue upayakan menjadi satu-satunya partner nasi di piring gue) dan doi gak bergeming. Setengah ragu, gue coba tawarin nugget satunya yang masih utuh. Doi langsung ngeraih nuggetnya dan diem. Gue pasrah.
"Shin, kasih aja dulu nuggetmu sama adekmu itu, pusing mama. Nanti mama gorengin lagi nuggetnya." Kata nyokap gue sambil gerak kearah kulkas. Well, I have no option. Gue percaya nyokap gue bakal gorengin gue nugget lagi, dan -jujur- gue sayang -dan males ngeladenin bocah nangis tentunya- Seli.
Gue inget how sumringah her face back then when receiving my precious nugget. Beh, gue langsung berasa jadi hero. Penyelamat rumah tangga Manullang dari porak poranda monster Seli.

After I hand over nugget tercinta gue ke Seli, gue nengok ke nyokap gue yang lagi merogoh plastik nugget dari kulkas. Abis ngecek isi kreseknya she paused a bit, then looked at me and said her sentence, "yah, Shin, ini nuggetnya tinggal buat bekal kamu sama Seli besok, mama gorengin ikan aja ya."
And, yep, itu bukan pertanyaan tapi pernyataan. I have no choice but having fried fish to accompany the rest of my meal back then. Patah hatinya jangan dibayangin deh, sedih banget itu. Tapi gue -gak ngerti kenapa- gak berani minta digorengin nugget. Masih mencoba berpikir positif, I was like "iya gapapa, besok bekel-nya nugget..." and repeating these sentence couple times when looking at my lil sister ngunyah nugget tanpa dosa.

Aaaand, of course, besok-nya gue ngga ada bawa bekal nugget at all. Kalo gak salah inget, bekal gue justru indomie goreng pake telor. Double-combo mellow dah itu, si Shinta kecil. Dan gue gak tau kemana the rest of nugget yang dibilang nyokap gue itu, lupa juga.

I bet, since that time, gue selalu ngerasa nugget itu 'precious' lol. I even ever think that nugget is that pricey, soalnya otak Shinta kecil pernah berpikir bahwa nugget lebih mahal dari ikan. Even until now. Alasan gue melarikan diri ke kosan terkadang sebenernya bukan pengen kerja gak digangguin suara orang-orang rumah, atau bukan pengen nonton bokep sendirian, atau pengen main ama temen-temen diem-diem; nope. Sometimes, gue cuma pengen bisa goreng nugget lebih dari setengah lusin tanpa harus berbagi sama siapapun. Seperti, sekarang.


Yep. Nugget is that precious for me. Hehehe.


Kamis, 01 Juli 2021

Meluruskan otak kusut Shinta part sekian -

Here comes my another theory (or whatever, you named it) of human mindset. This is how I classified one of them.

Basically, semua orang butuh untuk merasa fulfilled through everything. Yang paling simpel (atau yang pernah gue rasain? I bet you too) adalah: 1. Perasaan diterima dan diakui atas apa yang (dapat) kamu lakukan oleh orang lain. Banyak cara untuk dapat merasakan hal ini, contohnya; joining some cool clubs or organizations to prove something, or anything. Atau melamar pekerjaan di perusahaan yang gain your interest, and doing the tasks they give to you. Once you complete those tasks you will receive present, biasanya berbentuk salary atau terkadang ucapan terima kasih yang tulus. Di usia muda, pola berulang atas hal ini akan menjadi trigger atas perasaan jenuh (well, young soul loves 'tantangan', benar kan?). Atau membantu orang lain yang sedang memerlukan bantuan. By seeking at their grateful face when receiving your kindness, it feels tingling deep inside; pengakuan yang didapat rasanya beda aja, bingung jelasinnya.

Atau, beberapa orang memilih untuk melakukan jalur ini; terikat terhadap satu orang (umumnya lawan jenis, akhir-akhir ini gue sering mendengar banyak orang yang melakukannya dengan sesama jenis) dalam sebuah lembaga yang diberi nama "pernikahan".

Well, jujur, untuk opsi terakhir yang gue mention, sebenernya banyak penjelasannya sih. Otak gue masih kusut untuk menuliskan penjelasan panjang lebar satu-satu disini, but one thing for sure, TIDAK SEMUA ORANG melakukan pernikahan hanya untuk mendapatkan perasaan diterima dan diakui saja. Alasannya tentu jauh lebih kompleks dari itu.

Atau mungkin cuma gue yang berpikir sekompleks itu? Hmm, menjelaskan hal ini butuh section tersendiri, lol.

I mean, in my opinion (please, this is my current theory. If you think you can change my mindset, feel free to discuss LOL), ketika pasangan memilih untuk melakukan pernikahan, secara otomatis mereka akan lebih merasa 'diterima' dan 'diakui' di society; dari teman-teman yang seumuran, mereka akan mendapatkan pengakuan karena mereka karena sudah berani untuk mengambil sebuah keputusan besar.  We all know, marriage is hard mentally and financially lol. Some of them juga akan merasa iri (ngaku deh LOL), karena si pelaku pernikahan dianggap sudah menemukan soulmate mereka, sesuatu yang terasa magnificent soalnya susah banget mendapatkannya. Juga dari environment yang lebih elder, mereka juga akan mendapat penilaian lebih, mereka akan dianggap lebih dewasa dari teman-teman seumuran mereka karena sudah mengantongi status no-more-single-person.

That's why, some people choose to held their wedding in a super big and expensive party, jadi pengakuan yang mereka terima menjadi lebih 'besar serta wah' karena semakin banyak manusia yang memberikan pengakuan tersebut, sesuatu yang bisa membuat mereka merasa fulfilled. Bener atau benar?

Kalau benar, kenapa gue tidak bisa merasakan urgency untuk merasakan penerimaan tersebut, ya? hehe.

Nope, nope. Bukan itu sih poinnya lol. Gue cuma penasaran, kenapa harus melakukan sesuatu untuk merasa diterima dan diakui oleh orang lain? Is it really only for the sake of ego?

Minggu, 05 Juli 2020

Dear diary edisi... sudah tua.

Evaluasi mental dan perasaan hari ke... [insert months here lol I dont count anymore]
It is funny when I realize that I am still laying my hope to others. Masih berharap ke mama untuk tidak menumpu semua mimpi super tingginya ke gue. Masih berharap ke Adit untuk mengulang perbucinan yang pernah kita sama-sama rasakan (atau gue doang yang ngerasain? I have no idea, gue cuma tau dia bahagia pas bareng sama gue - I am no longer want to ask him about feelingy stuffs anymore and I hope this will stay forever biar gue ngga gila lama-lama).

Deep inside, I know I am actually falling for the bucin moments, but no longer attached with the person. Ternyata gue bisa bucin, and I am glad for it. It means I am not an empty shell, gue masih bisa merasakan toh. But on the other side, gue berharap gue ngga usah merasakan keinginan untuk clingy anymore. It is tiring, somehow gue sadar mungkin orang yang gue cling-in-to sebenernya ngga nyaman sama keberadaan gue, but for sake of my sanity (wow, baik sekali orang-orang disekeliling gue), they tried to stay lol.

As a scorpio, gue sadar penuh kalau gue bisa super obsessed with something or someone HAHAHA. Mungkin karena itu juga gue cenderung lebih perasa ketika menyentuh titik meninggalkan dan ditinggalkan. Mungkin kudu diperbaiki juga mentality gue yang satu ini, biar kedepannya ngga perlu menye-menye gak jelas ketika tertinggal. I will obsessed to myself only, I was born alone and will die alone too so what; biarkan perasaan lain memang jadi bonus di hidup aja, jangan jadi hal yang dikejar banget nanti malah sedih sendiri ehe. Padahal gue udah berusaha menghapal 3 main rules:
1. FEELING IS JUST A FEELING;
2. EVERY START WILL MEET AN END;
3. JANGAN BERHARAP SAMA MANUSIA LAINNYA.
But it is so hard to control my ownself, tho. Padahal ini diri gue sendiri, gue yang punya (pls dont mention God, cant relate-) Weird.

God is also confusing. Sepertinya akan lebih mudah klo manusia diciptakan memang tidak untuk berharap sama manusia lainnya. Jadi gak perlu ngemis perhatian atau affection dari orang lain, cukup ke Dia aja. Tapi kenapa yang gue rasain justru ngga begitu? Kenapa jatuhnya lebih terasa real perhatian yang didapat dari orang lainnya, daripada cinta yang dari Dia? (this is just an unpopular opinion kok. Feelingnya sih lagi begitu)

Sekali ini, evaluasi mental dilakukan di rumah lama; sudah berdebu sekali disini, lama tidak numpang nulis disini...

Senin, 01 Oktober 2018

Tentang Tertolak

Halo, Oktober!


Every single year, setiap memasuki bulan Oktober I always imagining myself doing things dan hal-hal berada diluar kebiasaan, apapun itu. Dan, baru Oktober tahun ini finally bisa realisasi buat mengambil keputusan-keputusan diluar nalar, diluar perencanaan matang. Resign dari PT. PP (Hell yea, officially pengangguran dan gue bahkan ngga ada menyesali hal ini sedikitpun), mengambil solo trip ke Karimun Jawa (iya, deket. I have not enough money to have my solo trip outside this country, so be it), mencoba fokus belajar analisis fundamental saham (sounds cool? well, modal gue belom seberapa tbh) dan -soon- keputusan-keputusan lain yang harus-dengan-segera-untuk-disegerakan akan diambil demi kebahagiaan mental seorang Shinta Theresia kedepannya. 


Jujur, ngerasa terlalu ngebut. I only have one month for sure. To think with a fresh mind. To be 100 percent me, without feeling pressure. Hem, bukan tanpa pressure juga sih, since my mom knows me being unemployed before im officially unemployed, ane langsung ditodong dateng interview sana-sini (seriously, bahkan sebelum official cabut, gue udah interview di dua perusahaan yang berbeda!) dan bodohnya (atau mencoba bijak? atau berusaha menyenangkan hati orangtua?) aku dateng interview. While I have no idea what else to do to make them happy. Or not feeling insecure anymore. Karena berdasarkan pengalaman mereka, tidak baik jika seorang anak nganggur lama-lama, takutnya nanti jadi gila. They don't really know that I am already that insane, tho 😂


On that process, I'm trying sooo hard biar gak membuat mereka kecewa atas kehidupan gue yang lumayan sampah ini. To make them believe that I have something, ngga harus nempel sana-sini kayak apa yang mereka bayangkan soal bekerja. I said, I've been accepted to work as a lecturer (IYA NJET, GUE JADI DOSEN KEBAYANG GAK LO?), salah satu perusahaan yg mereka suruh gue buat interview juga ngebet bgt pengen gue kerja disitu while I'm not so into it. I also said a possibility to find a job in Germany, since I have friends already stays there. Just a possibility, bukan berarti gue bener-bener pengen stay disana seumur hidup dan gak balik ke Indonesia etc etc. Because pada kenyataannya, I'm still have no idea what I want to do in my life.

Guess what?

Yep. Again, in my life, gue merasakan penolakan. Funny, because I think I've controlled my feeling very well untuk ngga mengharapkan apapun dari mereka, termasuk agar mereka menerima jalan pikir gue yang sebenernya ngga salah-salah amat (atau emang otak gue salah? have no idea). I just wanna try. I've missed a lot, dan berharap sekarang-sekarang bisa ngambil banyak keputusan biar ngga nyesel nantinya. I think I wont feel hurt anymore if they aren't support me (padahal ngga muluk2 juga, I just wish they will say "tiati, jgn gegabah" or else. Atau yg paling cool, mau kasih sangu buat gue jalan-jalan ke Jerman HAHAHAH), but nope. Dan rasa sakitnya double, because you aren't being supported by someone who, deep inside, you wish she did.
Just realize that I am pretty weak.


I never want to count how many times I've been rejected. Beneran, siapa sih yang demen nginget2 rasa sakit? Yesterday I came to my church in Cikini after weeks not coming there. Bubar gereja, saking akrabnya satu sama lain, biasanya pada ngumpul lagi dibawah, dibagi ke beberapa kelompok such as emak2 rempong, emak2 koor, bapak2 rempong, babe2 penatua, dan anak2 muda yang sebenernya udh gak muda lagi. Makan snack yang selalu ada setiap minggu + kopi sachet atau kopi item ma luv. Turun gereja, suddenly inang Situmorang (one of pentolannya gereja gue, tapi doi ngga deket2 banget juga ama keluarga gue) nyamperin buat salaman dan dengan muka ramah bilang, "Halo Shinta, jadi kapan ke Jerman?" DIH. GIMANE DAH bingung gue.

Begitulah jadi Shinta the explorer. Sering banget gue ngerasa hidup ini cuma lawakan doang. Tapi tertolak atau ngga, I know that I have to decide my life for myself. Karena yang ngejalanin hidup ya diri sendiri. Orang-orang disekeliling lo bisa sampe berbusa-busa ngingetin, ngatur, etc, but then ketika penyesalan akan keputusan tersebut dateng, lo yang ngerasain semua seutuh-utuhnya sendiri. Semenyesal apapun kamu akan kehidupan, akan less dissapointing ketika keputusan-keputusan itu diambil oleh diri kamu sendiri dan bukan orang lain.

Ada amen, sodarah-sodarah?

Rabu, 16 Mei 2018

Gratitude Pangkal Manusia Beradab


This rush day feels so blessed for me. I woke up in the morning, feeling so tired yet realize that I’ve to go so early gegara meeting yang kudu dikejar di luar kota. L A Z Y. Itu kata berulang kali diputar di otak, rasanya gamau kemana-mana, mau ngeluh doang, pengennya gegulingan dikasur pke AC seharian –just like my usual dream. But then I realize, I need to continuing this life. (Sok) optimis, I tried (sooo hard) buat nyiptain fake smile jam setengah tiga dini hari buat siap-siap ke bandara.

Entah ini ada korelasinya atau ngga, but I feel those effort gave me something today.

Setelah memaksakan diri buat tersenyum, somehow I felt myself try to re-create the real smiles for my soul. And then the universe responded by smiling back. Somehow. Mungkin emang otak gue yang lagi ada di kurva positif. Dunno, but I love this.

Setelah prosesi senyum-yang-dibalas-senyuman-balik-oleh-semesta itu, sepanjang hari ini gue merasa tidak terlalu buruk. The meeting goes smoothly, my boss feels so kind and charming (as always sih ini –lucky me!), and I have another bless, small chit-chat with my older sister-in-law.

Since I have no other plan after the meeting finished, I realize that I’ve missed ponaan-ponaan charming gue. Kebetulan lagi di kota yang sama, kebetulan lagi ada waktu senggang sebelum flight pulang, kebetulan pakbos took his time earlier at his hotel room, kebetulan kaka sepupu lagi ambil cuti (well, she is sick. Bingung jg sih mau bilang ini kebetulan yang menguntungkan atau ngga...), kebetulan rumah sodara aing gak terlalu jauh dari bandara, and so on and so on. Gak pake banyak bacot, gue langsung minta sodara gue buat share location.

And there, again I learned something new today.

Keluarga gue bukan dari kalangan orang berada, gak ada korelasinya sama Keluarga Cendana bahkan lebih mirip Keluarga Cemara. Gak ada yang punya hubungan sama manusia-manusia mafia kelas kakap-nya Indonesia, apalagi yang diluar sana. Jadi, jangan berpikir ketika gue main kerumah sodara yang di Kota S atau nyamper rumah sodara yang di Kota M itu berarti gue ‘nemplok’ di rumah gedong yang levelnya ngalahin bintang lima plus lima. Nope. I can truly say that my family is not reaching that level (yet. Amen sodara sodara).

But, we have something that much more precious than money. Dan gue diingetin lagi, hari ini, soal ini.

Ada yang tau kisah janda tua yang ngasih persembahan 1 dinar vs orang kaya yang ngasih 10 dinar gak? Gue jg gak inget keseluruhan ceritanya, sih. But more less kisahnya kesimpulan ceritanya kayak gini. Si janda sebenernya ngasih lebih banyak dari si orang kaya, because she gave all that left in her sementara si orang kaya ngasih dengan nominal 10 kali lipat dari si janda tapi itu cuma recehan sisa jajannya dia.

Gue ngga dijamu pake wine harga puluhan juta atau rib-eye steak medium rare, tapi gue dikasih sayur asem sama ekor ikan potongan terbaik dari dapur mereka yang rasanya –sumfe ya- enak banget. Gue ngga duduk di sofa lapis beludru pake AC dingin tapi gue bobo-an di lantai pke bantal yang dipake mereka pas tidur tapi ditemenin sambil curcol seru.

Dan semuanya dikasih PAKE PERASAAN. They are care. Hem, how can I describe this?

“Shin, makan dulu lah kamu. Apa kakak yang suapin?” (every 30 minutes wakakak). “Tante ngapain? Kenapa masukin jaket ke tas?” (si bulet asked me when I tried silently nabung nyusun2 barang soalnya bentar lagi mau pamitan”. “Tante minum es coklatnya juga dong,” (kata si bulet sambil nyodorin sedotan lain dari gelasnya –walau gue tau dia kudu ngelakuin itu biar dia bisa tetep minum es coklatnya HAHAHA). Etc. Etc.

For some people this might give no effect. “Receh lo, kayak gitu doang aja seneng.” But hey, ada beberapa faktor lain yang bikin those little affection feels ‘so ngena’.

1.       The way they say it. Ada manusia-manusia yang ngga bisa mengemukakan kalimatnya dengan cukup santun. Gue hidup di jaman dimana people using harash words to show their love (IYE, LO GITU JUGA KAN NYET) dan gue ternyata masih tersentuh ketika dipanggil dengan panggilan gue yang seharusnya. Sodara gue –dan si duo krucilnya ini- juga punya cara yang super kece when saying what inside their mind into words. They speak nicely. Sopan tanpa arogansi. Super rendah hati. Gue rasa ngga semua orang punya kemampuan kayak gini, even they who take pelatihan karakter or something like that. Berapa banyak sih orang di dunia ini yang masih memikirkan bagaimana perasaan lawan bicara jika kita mengatakan sesuatu? Less than a number that you can imagine.

2.       Want to listen. Lagi. Siapa yang masih punya kecenderungan gak bisa diem maunya ngomong doang? I feel this to sometimes. Kemampuan untuk ‘ngerem mulut’ even lagi ngobrol sama sanak saudara atau temen-temen terdekat, ini juga –menurut gue- merupakan karakter tersendiri. Mau mendengarkan itu sulit loh, apalagi kalo ketemu lawan bicara yang annoying LOL.

This makes me realize, ngga heran ini manusia-manusia punya banyak banget temen, coz mereka bisa bikin lawan bicara mereka merasa nyaman. At the end, perasaan kayak begini kan yang semua orang cari? And at the end, gue menemukan spasi untuk menulis lagi disini.



si krucil who makes me feel so loved. til we meet again!

Senin, 17 Agustus 2015

Canda dan bercanda dan apa yang menyertanya



A     :     “Kamu ngomongin apa sih?”

B     :     “Ngga, aku kan cuma bercanda…”

                
Canda. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, canda berarti senda gurau atau kelakar. Kata benda dari guyonan, objek yang harus ditemukan oleh seorang pelawak agar disebut berhasil dalam melakukan profesinya. Banyak aspek yang dapat di-explore oleh seseorang agar dapat menemukan hal menarik untuk dijadikan bahan candaan. Semua orang dapat dikategorikan sebagai penyuka guyonan, karena setiap orang membutuhkan tawa. Dan hal itu bisa didapatkan jika ia merasa tertarik dengan sebuah candaan.

Masalahnya, apakah sebuah canda berarti lucu bagi semua orang?

                 
A few months ago, I did watch one television program dari sebuah saluran local. Hampir seluruh pembawa acaranya berusaha untuk saling melempar bahan pembicaraan yang semuanya lelucon. Satu hal yang menarik perhatian saya, they also tried to talk about the disabilities or the lacks of one person without feeling guilty, sepertinya berpikir bahwa hal itu akan menjadi bahan tertawaan baru. Mungkin itu tuntutan script, I don’t really know. Tetapi kemudian saya mencoba untuk menempatkan diri sebagai orang yang ter-bully *well, anggap saja seperti itu*, and I don’t think it is fun at all. It hurts, no matter what. Apa yang mereka anggap lelucon sepertinya tidak akan bisa dikategorikan sebagai bahan tertawaan bagi si obyek penderita, bahkan cenderung menyakiti perasaan dan mental si obyek.


Maybe some of my readers will say, “ya, mereka dibayar untuk melakukan hal tersebut,” dan menganggap sudut pandang saya kali ini lebay. If you are, I am sorry to disappoint you because I am not thinking so. Seharusnya profesi yang ia kerjakan tidak membuatnya merasa disakiti secara mental. Coba saja telaah lagi kontrak kerjanya, seharusnya ia memiliki perlindungan atas kekerasan mental yang ia terima. Yap, kekerasan mental. Isn't it? Mungkin ybs ada toleransi di awal mula, tetapi percayalah lama-kelamaan ia akan merasa ‘hina’ bahkan ‘tersinggung’ atas setiap candaan yang ia terima. Bukan hanya itu, orang-orang sekitarnya akan ikut memiliki pemikiran tentangnya berdasarkan hinaan yang sering mereka dengar tentang orang tersebut. Lebih buruk lagi, media ikut ‘menabur benih’ tentang hinaan itu, sehingga banyak orang akan berpikir bahwa kondisi tersebut adalah sesuatu yang sah atau wajar untuk ditertawakan, sehingga norma tentang lawakan menjadi sedikit ‘bergeser’ ke arah ejekan.

Seriously, I am thinking that way.


 Ah, berbicara tentang media dan candaan, a few moment ago I did scroll one of my sosmed. Salah satu dari teman saya memposting a picture which is a bit…annoying for me. Perhaps it is a joke for him and his friends, karena saya melihat banyak likes menempel pada postingannya. Gambarnya sih simple, ada dua foto yang dijadikan satu. Di sebelah kiri adalah foto seorang gadis kecil dengan lendir dari hidung berwarna bening berceceran di sekitar atas bibir dan mulutnya, sementara di sebelah kanan adalah foto wanita muda dengan situasi yang nyaris sama hanya saja ekspresinya 'sedikit' berbeda dan lendirnya berwarna putih susu.

I don’t want to explain more, karena sebenarnya hal seperti ini tuh joke terselubung. Whether you want to admit that you understand it or not.


Itu hanya salah satunya, dimana banyak teman-teman lelaki saya melakukan postingan serupa, dimana objeknya adalah wanita. Mungkin bagi mereka hal tersebut lucu, but for me, it makes me realize how dirty their mind is. Bagaimana mereka menyukai fantasi seksual dengan wanita sebagai obyeknya etc etc, dan hal itu membuat saya cukup banyak ilfeel. Nope, saya cukup tahu bahwa isi otak lelaki memang punya konten bokep jauh lebih banyak dari wanita, hanya saja jika imajinasi mereka disampaikan dalam forum yang lebih tertutup, share dengan teman-teman terdekat saja, mungkin akan lebih baik. Masalahnya, postingan itu ada di sebuah media social dimana banyak juga wanita yang akan melihat dan membaca postingan tersebut. Dan ketika mereka membacanya, menurut ngana wanita ngga akan merasa –at least, sedikit- terluka? Have you ever think that your daughter, your wife, your girlfriend, your mother, your lovely aunt, are also a women?
ini hanya contoh, sih. secara terselubung, wanita dijadikan obyek. ya kan?
Forum yang lebih tertutup bukan berarti anda sebagai lelaki bisa langsung melakukan private chat dengan wanita tertentu untuk berbicara tentang imajinasi terselubung anda atau dirty jokes , absolutely not. Kecuali anda dengan wanita itu memiliki hubungan special, atau mungkin wanita tersebut sudah anda booking dengan biaya tertentu, itu lain cerita. Jika tidak, itu namanya anda tidak punya etika. Setampan atau sekaya apapun lelaki, attitude comes first. Jika anda tidak memiliki hal tersebut, you are not even have any difference with trash. Bahkan sampah masih dapat didaur ulang, sepertinya isi dari otak anda tidak ada lagi yang dapat dipergunakan.
wajah dari wanita saya samarkan, siapa tau si wanita udah mau tobat upload foto semi model begini...
 This is my blog, so I can share about anything. Right? Ini sedikit sampel dari attitude yang levelnya tiarap, sih. Masa iya, saya disamakan dengan wanita yang tengah selfie half naked? Kalau disamakan dengan teteh Miranda Kerr sih, okelah. LOL. Ngga oke juga, sih. It is ABSOLUTELY WEIRD to send your stranger *I can't say friend because I don't feel like it* an almost nude picture. Please. Ditambah, start chat dikim sekitar jam sepuluh malam, what were you dong or thinking that time sampai  anda bisa mendapatkan dan mengirimkan gambar seperti itu ke saya?


Iseng, saya mencoba mencari arti kata bercanda pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ternyata, salah satu pengertian dari kata tersebut adalah ‘bertingkah’. Mungkin, beberapa orang harus mulai mengurangi porsi 'bertingkah' mereka. Mungkin, beberapa orang harus mulai menghargai perasaan orang sekitar mereka. Mungkin, beberapa orang harus mulai belajar mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Mungkin loh, mungkin. Saya hanya menyampaikan apa yang ada di otak saya saat ini.


In short, let's upgrade our attitude.

Senin, 03 Agustus 2015

03082015

Senin (koma) Tiga Agustus Dua Ribu Lima Belas (titik)

As usual, akhir-akhir ini aku hanya menulis ketika bertemu dengan momen tertentu, yang sebenarnya butuh diutarakan bukan secara verbal, tetapi lewat kata. Tersusun terlebih dahulu. Karena salah penggunaan satu saja kata, akan membuat keseluruhan makna berubah total. Te-o-te-a-el.

Happy one year anniversary, us! [Insert Comfortable-John Mayer here] I am blessed to know you. You will never understand how happy I am for knowing you. Wait, perhaps happy is not a correct one to describe my feeling. I never feel so comfortable to anybody before, and you push me to be comfortable with you. Aku ngga berharap kamu mengerti how hard it is for me untuk bisa bercerita banyak at first; not only about problems, but almost everything. You teach me that I have to share my thought to other person except myself. To make myself keep alive. Biar aku ngga gila sendirian. Dan proses sampai aku bisa menginterpretasikan isi otak aku sama kamu itu sebenernya... cukup berat. Seriously hard. Because I never did that before. But I did it, thanks to you. Because you push me to.

I lost a lot while being with you, one of them is friend. But thanks to this relationship, I understand what friend means ehe. They say there is a rule in friendship; priority, appreciate each other, understand, trust, and so many more. But people do mistake, include me. I were blind for you, and I were choose you as my priority rather than my friend. Some of them are leaving since I don’t choose them, and the others are staying. At this rate, it feels like reality try to divide my friends in some level. The funniest part, I ever became a judge for my friend at this kind of case a few times ago. Time passed by, now I know how it is feel to be in her shoes LOL.

Sebenernya sih, my mind like to play some tricks on me. Seringkali aku mikir, lebih banyak rasa sayang aku ke kamu atau rasa sayang kamu ke aku? And everytime I have this kind of thought, I will pull myself into reality, feelin scared to be the one who loving you too much, dan berakhir dengan berusaha cool ketika ngebales chat kamu atau berusaha untuk ngga kesel ketika kamu hanya balas chat dengan “ok” stuff. And at the next time, aku akan ‘bales dendam’ dengan hanya membalas chat with “ok” only without embel-embel, berharap kamu ngerasain apa yang aku rasain. Dan berakhir dengan aku capek sendiri, sedih sendiri, patah hati sendiri. Aku beneran mikir sampai sejauh itu, loh. You can laugh as much as you want, whatever. I just want to write the truth.
Terkadang (here I just write it as ‘terkadang’, yang memiliki makna setara dengan sedikit dibawah ‘always’) I am also thinking about you and your past. Iya bener, kamu emang anak gaul. Banget. I am curious about how did you spend your time with your ex, what makes you want to be with them, etc. And I am scared that I can’t give you an exact goosebumps like when you are in love with your ex before. Geez, writing this makes me feel sad. Aku ngerasa ngga pede, damn. And I hate this feeling. Jujur, hal ini sering bikin aku nyesel udah suka sama kamu. Because you are a kind of unreachable person. Bahkan sampai saat ini, I am still thinking that way. Deep in thought, I feel like you are far enough.

I still can’t say that you are the best one for me because I don’t know how to categorize the best or else. But you have to know that, kamu sudah berhasil membuat aku merasa membutuhkan kamu banget. Even your presence is enough. Even your warm hands will be enough. Need you much, until I don’t have any courage to imagine what will I become if I am without you *ahasek*.

Ps: don’t write back. I know this is feel so alay, but I just want to tell you my thought. And thank you, for everything :)

Kamis, 18 Juni 2015

Blacklisted, Lotte Shopping Avenue



Another day to having fun! Raiyt naw I’m trying to write a review about one of good restaurant located in Jakarta. At first, me and my boyfie don’t have any plan to eat here (we were just walking around without any destination), but then we are curious enough to have a meal here.


Located at the first floor of Lotte Shopping Avenue, you will see this place as a good place to hang out with your best friends or spend time alone with a cup of coffee. But when I was there, this place is a bit full with people.
Blacklisted
While we were here, we tried some good food.

  • BAD (Bacon Absolutely Delicious) Burger (around 75.000 IDR)

Well yeah, this is my first time trying a black burger. This burger contains an Australian beef patty, beef bacon streaks, bacon jam, grilled apple, lettuce, melted cheese and served along with nachos. Honestly, I don’t really think that burger will be match with nachos. But I do adore the taste that comes from the bacon, apple grilled and its sauce. This is a good main meal to have here!

  • Norwegian Salmon (around 98.000 IDR)


Since I have a very good relationship with salmon, I do always adore the taste of this kind of fish no matter what *ehe*. Blacklisted knows well how to present a luxurious salmon with lemon butter sauce, mashed potato and also sautéed vegetables. Trust me, you will love this one.

  •  French Chocolate Marshmallow (around 42.000 IDR)

My favorite!
Actually, I am craving for some sweet stuff that time. When I read there is a French Chocolate served with Marshmallow Brulee, right that time I believe this menu was belong to me *lebay*. Honestly, this drink will taste too sweet for you who doesn’t like sweetness that much, but not for me. It tastes very delicious when you let the marshmallow melted inside your tongue with the chocolate <3




Actually, they also have manual brewed coffee here, from Aeropress until Cold Drip. But I have no time to taste them all. Perhaps next time, I will come here again and having a day with their coffee with myself only. Since I stayed at Jakarta, I have to make sure that I can face the traffic and the route to this place that’s a bit confusing. Well, I think I need a kind of personal car which has a small size but excellence performance, is it? And somehow, the car that comes into my mind is Toyota Agya.

Cool, isn't it?
Besides, this car has a big space for luggage and also a pretty exterior design, match with my character who loves to be stylist everytime *HA!*


For sure, I have to set the time!
(price here exclude 5% Service Tax and 10% PB1)


Blacklisted
Lotte Shopping Avenue,
1st floor Unit 9
South Jakarta

Kamis, 07 Mei 2015

Holiday trip, JOGJAKARTA!

HELLO!
Long time no see, kangennya ngga ketulungan deh buat nulis disini. And guess what? Now I'm going to share to you my last week trip to Jogjakarta!
Hohoho.

It is me, my big brother Bang Monce, my best friend Checong and her fiancee (aminin ya, biar mereka bisa cepet bagi undangan) Erwin. Sebenernya sih, ini bukan kali pertama gue jalan-jalan ke Jogja, tapi gue selalu ngerasa kalau Jogja itu punya cerita cantik untuk dibagi :)

First, we were go to Sri Gethuk, di Gunung Kidul. Disini kita bisa menyusuri sungai dengan rakit atau langsung rafting untuk jalan (re: berenang) ke air terjunnya. This place is seriously amazing. Pesan gue, kalau jalan kesini kudu basah total! Mending bawa baju ganti deh, biar ngga nanggung main airnya. Dan jangan lupa bawa kamera anti air atau pelindung hape buat narsis. 
Flare disitu bukan editan loh, asli!


Then we visit Pantai Indrayanti. Awalnya pengen ke Pantai Sundak, tapi wisata sebelumnya udah kesana, jadi kita nyobain dateng ke pantai yang satu ini. Lebih ramai dari pantai2 lainnya di sepanjang jalan, but I prefer Pantai Sundak sih. Lebih kece. But Indrayanti is also perfect *halah*. Pantai Indrayanti kayaknya agak lebih landai, 'cause when we were there, kebetulan banget ada 2 orang yang hanyut ke tengah laut :| Ngga mau mikir ke arah mistis sih, tapi itu emang agak... menyeramkan. Berakhir dengan satu orang selamat sementara yang satu lagi ngga bisa diselamatkan. A bit horror, it is. Foto di Indrayanti yang gue share disini adalah sebelum insiden itu :|
Mirip banget sama salah satu spot di Bali ya?


Bosen mantai, kita naik ke atas, tepatnya Kebun Buah Mangunan. The view here is extremely amazing, cocok banget untuk kalian yang suka ngeliatin betapa ijo-nya Indonesia atau buat kalian yang pengen punya background kece untuk narsis. Saran sih, jangan pakai sendal biasa, khawatir licin. Dan sediakan kamera dengan batere full buat narsis. Kalau beruntung dan cuaca bagus, coba dateng kesini pagi-pagi, dan kamu akan berhasil dapet sunrise dan ngerasa lagi berdiri diatas awan. Sayangnya kita kesini pas udah agak sore (well, blame on our 'minim' time). But still, selama matahari masih ada kayaknya view disini ngga akan pernah mengecewakan :)
Matanya ilang semua :))


Beralih dari Gunung Kidul, gue dan rombongan kembali ke Kota. Disini, kita stay di salah satu penginapan di daerah Sleman, Jogjakarta. Nama tempatnya Tiga Lima Home Stay.

Pyjamas parteh!

 We were having so much fun! Nongkrong di salah satu kafe es krim di daerah penginapan, menyusuri jalan Malioboro (well, shopping is the must thing to do. Raiyt?), makan nasi goreng babi, bahkan sempet muterin satu gang Sarkem (tempat prostitusi yang ada di belakang wilayah Malioboro) untuk sekedar ngeliat-liat yang berakhir dengan dipelototin balik sama mba2-nya dan dikira salah jalan sama pelanggan2 disana :p

Selama muterin jalan di Jogja, kita bener2 bergantung sama google map (walaupun Checong sama Erwin udah jauh lebih sering ke Jogja, tapi tetep aja kita butuh panduan jalan), dan gue shock ternyata banyak wilayah Jogja yang wujudnya berupa gang2 kecil dan jalanan nyempil. Google map sering banget ngasih alternatif jalan kecil dan gang yang sering bikin degdegan, antara ada ujungnya atau ngga -_- seriously I wish I could have Agya keluaran Toyota at this time, ukuran mobilnya yang mungil pasti cocok banget untuk dibawa muter-muter wilayah Jogja. Belom lagi bensinnya yang irit, duh mupeng banget untuk manusia2 sekelas gue yang kantongnya ngga tebel :))

In short, gue ngga akan pernah bosen sama Jogja. Besides of its mystique aura, Jogja bener2 udah jadi tempat wisata gokil yang ngga bikin kantong terlalu terkuras :))
Catch you on my next trip!

Jumat, 16 Januari 2015

What is the right thing to do?

Just co-pas and little edit, from a stranger and perhaps a friend wanna be.

What is "right"?
Owning a slave isnt right today,
But 1000 years ago, it was rightful.
Even more years, if you were a king, you could just fuck a random woman, rape her and all, and you would have her as your wife - this, according to Bible, was the right thing to do.
Now? I dont think so.
In Indonesia, being a Muslim is a right thing to do - or at least being religious.
Rewind a thousand years ago, being Hindu was the right thing to do. Even more years, being an animist was the right thing to do.
Now, succeeding in life economically is the right thing to do. As well as being a doctor or an engineer.
Centuries ago, being a mayor was the right thing to do, as well as being a good wife who stayed her whole life in a kitchen.
Not even a century ago, smoking was the right thing to do when you were sick.
Now, by not smoking, is the right thing to do when you are sick.
Now, war isnt the right thing to do to solve a big problem.
Centuries ago, war is the right thing to do to solve a big problem.
Lets stop seeing it from time to time,
Lets start seeing it from place to place.
In Indonesia, being virgin until marriage is the right thing to do.
In Russia, not being virgin after 18yo is the right thing to do.
In Indonesia, not criticizing religions is the right thing to do.
In Europe, criticizing religions is the right thing to do.
In Sweden, a rapist treated with psychological and social treatment is the right thing.
In Iran, a rapist treated with stones to the head until death is the right thing.
Whether you see it throughout the time or place,
Whether you see it from my point of view or else,
I dont think we can know the truly "right".
Or maybe, just maybe,
Rightness itself doesnt exist,
And we are deluding ourselves, the rightness should exist.
In conclusion,
There is no right path,
There is only a path you choose.

Credit to: Mario.

Senin, 22 Desember 2014

Celoteh daun teh di pagi hari

Istirahat makan siang, jemari saya menarikan ritual pemanggil hujan. Satu-dua ketukan, justru menemukan satu tulisan lama milik seorang Shinta yang lama.
Mungkin menarik untuk kalian baca, mungkin tidak. Tetapi ini rumah saya, dan saya punya kapasitas penuh untuk meletakkan sampah apapun didalamnya.


Celoteh daun teh di pagi hari
Menggenggam embun di pangkuan, tatapannya menerawang
Matahari tersenyum lebar, tidakkah kamu ingin mengecupnya ringan?
Jangan tunggu hari esok, rupanya semu
Sepetik lengah dan kita hanya akan lebur menjadi uap dengan udara

Celoteh daun teh di pagi hari
Menantang terik di hadapan dunia, angannya terbahak
Matahari mengerling penuh makna, tidakkah kamu ingin merengkuhnya dalam?
Jangan tunggu hari esok, rupanya semu
Sebelum malam menjadi preman dan mencuri harap yang tertumpuk di permukaan

Celoteh daun teh di pagi hari
Warnanya kian memudar, sementara aromanya telah menyengat pekat
"Waktuku menipuku," bisingnya pilu
Dan kini saatku menyelinap pergi, pagi-pagi yang kulalui
Mengapa kamu hanya menunggu hari esok, yang rupanya semu?


Cipanas, Juli 2013

Gadis Hujan.


Ps: saya bahagia. Ada apresiasi dari tulisan saya, yang lamat tersendat dan terlihat tidak mungkin memikat. Setidaknya ada peminat. Terima kasih, kamu :)

Jumat, 21 November 2014

Apakah kamu baik-baik saja?

It has been a very long time. How are you? Are you alright? Did anything hurt you anywhere? What is just going on while I am not around?

Saya bertandang selayaknya tamu di dalam rumah sendiri. Ruah. Kedinginan, Bersin-bersin tidak karuan. Memetakan mimpi masa lalu yang tidak lagi memiliki rupa. Saya datang hanya ingin sedikit bersih-bersih. Mengelap kaca, menyapu lantai. Menghapus debu-debu yang sudah menyisakan karat pada sisi-sisi kehidupan.
Apakah kamu baik-baik saja?

Hidup saya mengkeret. Mimpi saya luar biasa hitam. Hari saya kelabu, walau sekarang-sekarang ini ada banyak awan putih menaungi. Menjadi dari abu-abu menjadi abu-putih. Cita-cita saya meredup, realita saya kian menyiksa. Waktu-waktu melangkah maju tanpa mampu dirasa. Umur semakin bergulir tanpa ada daya untuk tidak menyakiti sesiapa, tetapi merusak segala.
Apakah kamu baik-baik saja?

Adakah diantara kita; abu imaji dan harapan; baik-baik saja?


Kepada Langit Sendu,
Gadis yang menunggu hujan.

Selasa, 10 Juni 2014

What worth is?

Hari ini panjang dan melelahkan, sejujurnya. Dengan status sebagai karyawan sebuah perusahaan swasta, saya diwajibkan masuk kerja sebelum jam delapan, dan barusan *dengan terpaksa* saya harus mengambil lembur sampai baru menginjakkan kaki di rumah jam sepuluh malam.
Life. is. hard. enough. LOL

Meski kemarin malam saya kurang tidur, tadi ambil lembur sampai telat makan kemudian maag, tetapi saya berhasil menemukan celah waktu untuk menulis lagi, disini. Lagi, rasa rindu mengikat yang membuat saya kembali menulis di blog. Meskipun *lagi-lagi* tidak tahu apa yang mau ditulis. Meskipun rasanya saya mau nyopot badan terlebih dahulu, agar lelah-nya hilang.
But I feel like this is worth to do. So I choose to do this, writing.

Talk about worth or not, I wanna ask you *anyone, yang ngebaca postingan ini* something.

Menurut kalian, apakah keputusan yang sudah kalian ambil dan tengah kalian jalani saat ini adalah keputusan yang pantas untuk dipertahankan?

Mungkin efek malam, hujan dan rasa lelah membuat saya -sekali lagi, kembali- menulis postingan yang cukup, galau. Tentang kehidupan.

Saya akui, saya tengah merasa hilang jejak. Menulis bukan lagi menjadi sebuah cita-cita namun hanya hobi yang sesekali harus saya lampiaskan. Musik bukan lagi menjadi harapan untuk digapai tetapi kebutuhan yang harus tetap dijalankan. Seperti manusia butuh nafas dan tidur, atau seorang hiperseks yang butuh hubungan intim. Saya butuh menulis, saya butuh musik.
Tetapi saya justru menjadi seorang musafir tersesat dalam construction company yang tengah berusaha untuk berkembang, ikut mengais rejeki ketika saya bahkan tidak mengerti apa yang terjadi.

Stress? Jangan tanya. Saya hampir gila, dalam makna yang sebenarnya. Pelarian saya tidak ada, hilang. Saya tidak puas hanya membaca, saya butuh menulis tetapi waktu seakan pergi berlarian. Tidak cukup hanya mendengarkan musik, saya butuh bermain tetapi jemari saya kaku; terlalu lama memegang keyboard dengan jenis yang berbeda, yang tidak melahirkan nada.

But, guess what, time heals. Saya mulai merasa ini semua menjadi habit. Saya menjadi seorang yang pendiam, acuh tidak acuh, Menjalankan hari tanpa target yang saya inginkan. Begitu saja, sudah. Pergi pagi pulang petang untuk mengumpulkan pundi-pundi yang masih juga tidak terkumpul, karena banyak sekali yang harus ditanggung selain diri sendiri.

But -again-, I feel like it is worth. Pengalaman ini. Pertahanan diri model seperti ini. Didikan yang saya terima dari manusia-manusia kantor dan kantor itu sendiri. Kelelahan dan muak yang menumpuk ini. Jangan tanya -please do not ask- apa yang membuat hal ini worth. Saya sendiri bingung, tetapi menurut saya, this strengthen my mental. Kalau kata lagu, what doesn't kill you makes you stronger. Dan saya tidak menyesal. Saya merasa keputusan yang saya ambil untuk tenggelam disini, adalah pantas untuk dipertahankan. Meskipun ada banyak kata "tetapi" mengekor dibelakang.

Bagaimana dengan keputusan yang tengah kalian ambil? Pertanyaannya hanya satu; is it worth?

Entah. Mungkin otak saya memang benar sudah tumpul. Setidaknya saya menguapkan sedikit kepul dari kepala saya, dengan menulis saat ini :)

Selasa, 26 November 2013

Aku si Penggila Rasa

Jangan kata kamu mengerti tentang rasa, aku lebih gila
Karena kamu.

Ketika segaris senyum seharga satu tarikan nafas
Saat sekejap tatap berarti menggenggam sebuah harap
Dimana menanti hadir lenyapkan detik-detik nyawa
Kemudian tertolak jadikan tiap tawa hilang lenyap
Kamu tahu apa? Tetiada, hanya apa-apa yang fana
Ini rasa yang tidak akan kamu mengerti tanpa dirasa.

Tanpa ra-sa.

Jumat, 01 November 2013

Reaching Older

Yesterday was my birthday. Yeap. Dan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini saya tidak membuat resolusi. Saya menyerah. Kalah.

Atau lebih tepat jika disebut pasrah, dengan tingkat penyerahan level tidak terhingga. Terutama mengenai mimpi.

Saya ingat jelas, ketika ulangtahun yang ke-5. Dirayakan di te-ka, guru saya bertanya setelah meniup lilin ultah,"nanti besar, mau jadi apa?" Spontan saya menjawab, "dokter.". Pemikiran standar anak umur kisaran. Lulus SD, saya berkata sama orangtua saya kalau saya ingin menjadi pianis. Ketika SMA, saya berharap menjadi seorang psikolog dengan sambilan menjadi seorang penulis. Bahkan ketika kuliah, saya masih sempat bermimpi menjadi seorang presenter.

Sekarang?

Saya jadi kuli bagi kehidupan. Merintis kehidupan yang diinginkan orangtua, yang dituntut keluarga ditambah situasi saya sebagai anak pertama. Menyadari bahwa mimpi-mimpi itu indah tetapi tidak cukup menghasilkan uang; hal yang dianggap menaikkan martabat diri ditengah kota metropolitan. Mengibarkan bendera putih sepenuhnya. Mimpi saya hilang, lenyap.

Make a wish? Di usia yang mencetak angka favorit saya, saya hilang arah; ditelan tekanan hidup.

Selamat ulang tahun Semoga suatu hari nanti, kamu bisa kembali bermimpi, diriku sendiri.

But still, sweet things happened when you are having birth-day. Yang agak ngeselin comes from seli; my cutiest sister. But still, that's sweet. Just check her blog : here

gift from bang remon and kakandong che. My only dream that I have : punya rumah pake connecting door sebelahan sama kakandong.